EMPAL
BAHAN:
• 1 kg daging sapi bagian gandik/ paha
• 4 lembar daun salam
• 250 ml santan kental
• minyak untuk menggoreng
Haluskan :
• 10 butir bawang merah
• 6 siung bawang putih
• 1 sdm ketumbar, sangrai
• 2 sdt garam
• 1 sdm gula merah iris
Taburan : Bawang goreng
CARA MEMBUAT:
1. Rebus daging sapi bagian gandik sampai lunak, angkat. Potong daging selebar 5 cm mengikuti serat dan tebal 1 cm, memarkan.
2. Didihkan santan bersama bumbu halus dan daun salam. Masukkan daging dan masak sampai santan menyusut, angkat.
3. Suwir-suwir sebagian daging, sisihkan.
4. Panaskan minyak, goreng daging hingga kecoklatan, angkat, tiriskan.
5. Sajikan sebagai pelengkap nasi rawon dengan taburan bawang goreng.
Untuk : 8 orang
Sunday, August 16, 2009
Friday, August 7, 2009
Shalat Tarawih Nabi & Salafus Shalih
Shalat Tarawih Nabi & Salafus Shalih
(Diedit dari berbagai sumber)
Shalat tarawih adalah bagian dari shalat nafilah (tathawwu'). Mengerjakannya
disunnahkan secara berjama'ah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama'ah duduk untuk istirahat. Tarawih adalah bentuk jama' dari tarwihah. Menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk setelah selesai sholat dari empat raka'at pada bulan Ramadhan disebut tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadhan. Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ, kemudian setiap empat raka'at, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz.
Aisyah ditanya: "Bagaimana shalat Rasul pada bulan Ramadhan?" Dia menjawab, "Beliau tidak pemah menambah dibulan Ramadhan atau di luarnya lebih dari 11 raka'at. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau shalat 3 raka'at." (HR Bukhari).
Kata ثم (kemudian), adalah kata penghubung yang memberikan makna
berurutan, dan adanya jedah waktu. Rasululah shalat empat raka'at dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah,
Adalah Rasululah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya', hingga waktu fajar, sebanyak 11 raka'at, mengucapkan salam pada setiap dua raka'at, dan melakukan witir dengan satu raka'at. (HR Muslim).
Juga berdasarkan keterangan Ibnu Umar, bahwa seseorang bertanya, "Wahai
Rasululah, bagaimana shalat malam itu?" Beliau menjawab, Yaitu dua raka'at-dua raka'at, maka apabila kamu khawatir shubuh, berwitirlah dengan satu raka'at. (HR Bukhari).
Dalam hadits Ibnu Umar yang lain disebutkan:
Shalat malam dan siang dua raka'at-dua raka'at. (HR Ibn Abi Syaibah).
1 Fadhilah Shalat Tarawih
1.1 Hadits Abu Hurairah:
Barang siapa melakukan qiyamulail pada bulan Ramadhan, karena iman dan mencari pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya.
Maksud qiyam Ramadhan, secara khusus, menurut Imam Nawawi adalah
shalat tarawih. Hadits ini memberitahukan, bahwa shalat tarawih itu bisa
mendatangkan maghfirah dan bisa menggugurkan semua dosa; tetapi dengan syarat karena bermotifkan iman; membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dari Allah. Bukan karena riya' atau sekedar adat kebiasaan.
Hadits ini dipahami oleh para salafush shalih, termasuk oleh Abu Hurairah
sebagal anjuran yang kuat dari Rasululah untuk melakukan qiyam Ramadhan
(shalat tarawih, tahajud, dan lain-lain).
1.2 Hadits Abdurrahman bin Auf
Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan dimana Alah mewajibkan puasanya, dan sesungguhnya aku menyunnahkan qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barangsiapa berpuasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasti) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Al Albani berkata, "Yang shahih hanya kalimat yang kedua saja, yang awal dha'if."
1.3 Hadits Abu Dzar:
Barang siapa qiyamul lail bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya (pahala) qiyam satu malam (penuh). Hadits ini sekaligus juga memberikan anjuran, agar melakukan shalat tarawih secara berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai.
2 Shalat Tarawih Pada Zaman Nabi
Nabi telah melaksanakan dan memimpin shalat tarawih. Bahkan beliau menjelaskan fadhilahnya, dan menyetujui jama'ah tarawih yang dipimpin oleh
sahabat Ubay bin Ka'ab.
Berikut ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan, bahwa shalat tarawih secara berjama'ah disunnahkan oleh Nabi, dan dilakukan secara khusyu' dengan bacaan yang panjang.
2.1 Hadits Nu'man bin Basyir,
Ia berkata: Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasululah pada malam 23 bulan Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.
2.2 Hadits Abu Dzar,
ia berkata: Kami puasa, tetapi Nabi tidak memimpin kami untuk melakukan
shalat (tarawih), hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasululah mengimami kami shalat, sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam. Dan pada malam ke lima, beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separoh malam. Lalu kami berkata kepada Rasululah, "Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?", maka beliau bersabda, Barang siapa shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai. maka ditulis untuknya shalat satu malam (suntuk). Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi, hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah, saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, "Sahur. "
2.3 Tsa'labah bin Abi Malik Al Qurazhi berkata:
Pada suatu malam, di malam Ramadhan, Rasululah keluar rumah, kemudian beliau melihat sekumplpulan orang di sebuah pojok masjid sedang melaksanakan shalat. Beliau lalu bertanya, Apa yang sedang mereka lakukan?" Seseorang menjawab, "Ya Rasululah, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak membaca Al Qur'an, sedang Ubay bin Ka'ali ahli membaca Al Qur'an, maka mereka shalat (ma'mum) dengan shalatnya Ubay. " Beliau lalu bersabda, "Mereka telah berbuat baik dan telah berbuat benar." Beliau tidak membencinya.
3 Shalat Tarawih Pada Zaman Khulafa'ur Rasyidin
1. Para sahabat Rasululah, shalat tarawih di masjid Nabawi pada malam-
malam Ramadhan secara awza'an (berpencar-pencar). Orang yang bisa membaca Al Qur'an ada yang mengimami 5 orang, ada yang 6 orang, ada yang lebih sedikit dari itu, dan ada yang lebih banyak.
Az Zuhri berkata,
"Ketika Rasululah wafat, orang-orang shalat tarawih dengan cara
seperti itu. Kemudian pada masa Abu Bakar, caranya tetap seperti itu; begitu pula awal khalifah Umar."
2. Abdurrahman bin Abdul Qari' berkata,
"Saya keluar ke masjid bersama Umar pada bulan Ramadhan.
Ketika itu orang-orang berpencaran; ada yang shalat sendirian, dan ada yang shalat dengan jama'ah yang kecil (kurang dari sepuluh orang). Umar berkata, 'Demi Alah, saya melihat (berpandangan), seandainya mereka saya satukan di belakang satu imam, tentu lebih utama,'
Kemudian beliau bertekad dan mengumpulkan mereka di bawah pimpinan Ubay bin Ka'ab. Kemudian saya keluar lagi bersama beliau pada malam lain. Ketika itu orang-orang sedang shalat di belakang imam mereka. Maka Umar berkata,'Ini adalah sebaik-baik hal baru.' Dan shalat akhir malam nanti lebih utama dari shalat yang mereka kerjakan sekarang." Peristiwa ini terjadi pada tahun 14 H.
3. Umar mengundang para qari' pada bulan Ramadhan, lalu member perintah kepada mereka agar yang paling cepat bacaanya membaca 30 ayat (3 halaman), dan yang sedang agar membaca 25 ayat, adapun yang pelan
membaca 20 ayat (+ 2 halaman).
4. Al A'raj berkata,
"Kami tidak mendapati orang-orang, melainkan mereka sudah melaknat orang kafir (dalam do'a) pada bulan Ramadhan." la berkata, "Sang qari' (imam) membaca ayat Al Baqarah dalam 8 raka'at. Jika ia telah memimpin 12 raka'at, (maka) barulah orang-orang merasa kalau imam meringankan."
5. Abdulah bin Abi Bakr berkata,
"Saya mendengar bapak saya berkata,'Kami sedang pulang dari shalat (tarawih) pada malam Ramadhan. Kami menyuruh pelayan agar cepat cepat menyiapkan makanan, karena takut tidak mendapat sahur'. "
6. Saib bin Yazid (Wafat 91 H) berkata,
"Umar memerintah Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari agar memimpin shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan 11 raka'at. Maka sang qari' membaca dengan ratusan ayat, hingga kita bersandar pada tongkat karena sangat lamanya berdiri. Maka kami tidak pulang dart tarawih, melainkan sudah di ujung fajar."
4 Bilangan Raka'at Shalat Tarawih Dan Shalat Witir
Mengenai masalah ini, diantara para ulama salaf terdapat perselisihan yang
cukup banyak (variasinya) hingga mencapai belasan pendapat, sebagaimana di bawah ini.
1. Sebelas raka'at (8 + 3 Witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur.
2. Tigabelas raka'at (2 raka'at ringan + 8 + 3 Witir), riwayat Ibnu Nashr dan
Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2), atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim.
3. Sembilan belas raka'at (16 + 3).
4. Duapuluh satu raka'at (20 + 1), riwayat Abdurrazzaq
5. Duapuluh tiga raka'at (20 + 3), riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi.
Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Sya_'i, Ats Tsauri, Ahmad,
Abu Daud dan Ibnul Mubarak.
6. Duapuluh sembilan raka'at (28 + 1).
7. Tigapuluh sembilan raka'at (36 + 3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1).
8. Empatpuluh satu raka'at (38 + 3), riwayat Ibn Nashr dart persaksian Shalih
Mawla Al Tau'amah tentang shalatnya penduduk Madinah, atau (36 + 5)
seperti dalam Al Mughni 2/167.
9. Empatpuluh sembilan raka'at (40 + 9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari
Al Aswad Ibn Yazid.
10. Tigapuluh empat raka'at tanpa witir (di Basrah, Iraq).
11. Duapuluh empat raka'at tanpa witir (dart Said Ibn Jubair).
12. Enambelas raka'at tanpa witir.
5 Berapa Raka'at Tarawih Rasulullah?
Rasululah telah melakukan dan memimpin shalat tarawih, terdiri dari sebelas
raka'at (8 3). Dalilnya sebagai berikut.
1. Hadits Aisyah: ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang
glyamui lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab: Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka'at. (HR Bukhari, Muslim).
Ibn Hajar berkata,
"Jelas sekali, bahwa hadits ini menunjukkan shalatnya Rasul (adalah) sama semua di sepanjang tahun."
2. Hadits Jabir bin Abdilah ia berkata:
Rasululah shalat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 raka'at
dan witir. Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid
dengan harapan beliau shalat dengan kami. Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk bertanya, "Ya Rasululah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap anda shalat bersama kami," maka beliau bersabda, "Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian.
"
3. Pengakuan Nabi tentang 8 raka'at dan 3 witir.
Ubay bin Ka'ab datang kepada Rasululah, lalu berkata,"Ya Rasulullah, ada sesuatu yang saya kerjakan tadi malam (Ramadhan). Beliau bertanya,"Apa itu, wahai Ubay?" la menjawab,"Para wanita di rumahku berkata,'Sesungguhnya kami ini tidak membaca Al Qur'an. Bagaimana kalau kami shalat dengan shalatmu?' Ia berkata,"Maka saya shalat dengan mereka
8 raka'at dan witir. Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau tidak
mengatakan apa-apa." 13
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasululah shalat tarawih
dengan 20 raka'at, maka haditsnya tidak ada yang shahih. 14
6 Berapa Rakaat Tarawih Sahabat dan Tabi'in
Pada Masa Umar
Ada beberapa riwayat shahih tentang bilangan raka'at shalat tarawih para
sahabat pada zaman Umar 43 . Yaitu: 11 raka'at, 13 raka'at, 21 raka'at, dan
23 raka'at. Kemudian 39 raka'at juga shahih, pada masa Khulafaur Rasyidin
setelah Umar; tetapi hal ini khusus di Madinah. Berikut keterangan pada masa Umar
1. Sebelas raka'at.
Umar memerintahkan kepada Ubay dan Tamim Al Dari untuk shalat 11
raka'at. Mereka membaca ratusan ayat, sampai makmum bersandar pada
tongkat karena kelamaan dan selesai hampir Subuh. Demikian ini riwayat
Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib Ibn Yazid
Imam Suyuthi dan Imam Subkhi menilai, bahwa hadits ini sangat shahih. Syaikh Al Albani juga menilai, bahwa hadits ini shahih sekali .
2. Tigabelas raka'at
Semua perawi dari Muhammd Ibn Yusuf mengatakan 11 raka'at, kecuali
Muhammad Ibn Ishaq. Ia berkata 13 raka'at (HR Ibn Nashr), akan tetapi
hadts ini sesuai dengan hadits 'Aisyah yang mengatakan 11 raka'at.
Hal ini bisa dipahami, bahwa termasuk dalam bilangan itu ialah 2 raka'at
shalat Fajar, atau 2 raka'at pemula yang ringan, atau 8 raka'at ditambah 5 raka'at Witir.
3. Duapuluh raka'at (ditambah 1 atau 3 raka'at Witir).
Abdur Razzaq meriwayatkan dart Muhammad Ibn Yusuf dengan lafadz "21
raka'at" (sanad shahih).
Al Baihaqi dalam As Sunan dan Al Firyabi dalam Ash Shiyam
meriwayatkan dari jalur Yazid Ibn Khushaifah dari Saib Ibn Yazid, bahwa
mereka pada zaman Umar di bulan Ramadhan shalat tarawih 20 raka'at.
Mereka membaca ratusan ayat, dan bertumpu 'pada tongkat pada zaman
Utsman, karena terlalu lama berdiri.
Riwayat ini dishahihkan oleh Imam Al Nawawi, Al Zaila'i, Al Aini, Ibn Al
Iraqi, Al Subkhi, As Suyuthi, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, dan lain-lain.
Sementara itu Syaikh Al Albani menganggap, bahwa dua riwayat
ini bertentangan dengan riwayat sebelumnya, tidak bisa dijama'
(digabungkan). Maka beliau memakai metode tarjih (memilih riwayat yang
shahih dan meninggalkan yang lain).
Beliau menyatakan, bahwa Muhammad Ibn Yusuf perawi yang tsiqah tsabt
(sangat terpercaya), telah meriwayatkan dari Saib Ibn Yazid 11 raka'at.
Sedangkan Ibn Khushaifah yang hanya pada peringkat tsiqah (terpercaya)
meriwayatkan 21 raka'at. Sehingga hadits Ibn Khushaifah ini menurut
beliau adalah syadz (asing, menyalahi hadits yang lebih shahih).
Perlu diketahui, selain Ibn Khushaifah tadi, ada perawi lain, yaitu Al Harits
Ibn Abdurrahman Ibn Abi Dzubab yang meriwayatkan dari Saib Ibn Yazid,
bahwa shalat tarawih pada masa Umar 23 raka'at. (HR Abdurrazzaq). Selanjutnya 23 raka'at diriwayatkan juga dari Yazid Ibn Ruman secara
mursal, karena ia tidak menjumpai zaman Umar. Yazid Ibn Ruman adalah mawla (mantan budak) sahabat Zubair Ibn Al Awam (36 H), ia salah seorang qurra' Madinah yang tsiqat tsabt (meninggal pada tahun 120 atau 130 H). Ia memberi pernyataan, bahwa masyarakat (Madinah) pada zaman Umar telah melakukan qiyam Ramadhan dengan bilangan 23 raka'at,
7 Bagaimana Jalan Keluarnya?
Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metode al jam'u, bukan metode at tarjih, sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Al Albani. Dasar pertimbangan jumhur adalah:
1. Riwayat 20 (21, 23) raka'at adalah shahih.
2. Riwayat 8 (11, 13) raka'at adalah shahih.
3. Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi'in dan ulama salaf.
4. Menggabungkan riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak
perlu pakai tarjih, yang konsekuensinya adalah menggugurkan salah satu
riwayat yang shahih.
8 Beberapa Kesaksian Pelaku Sejarah
1. Imam Atho' Ibn Abi Rabah mawla Quraisy, 18 lahir pada masa Khilafah
Utsman (antara tahun 24 H sampai 35 H), yang mengambil ilmu dari Ibn
Abbas, (wafat 67 / 68 H), Aisyah dan yang menjadi mufti Mekkah setelah
Ibn Abbas hingga tahun wafatnya 114 H, memberikan kesaksian: "Saya telah mendapati orang-orang (masyarakat Mekkah) pada malam Ramadhan shalat 20 raka'at dan 3 raka'at witir."
2. Imam Na_' Al Qurasyi, telah memberikan kesaksian sebagai berikut:
"Saya mendapati orang-orang (masyarakat Madinah); mereka shalat pada bulan Ramadhan 36 raka'at dan witir 3 raka'at."
3. Daud Ibn Qais bersaksi,
"Saya mendapati orang-orang di Madinah pada amasa pemerintahan Aban Ibn Utsman Ibn A_an Al Umawi (Amir Madinah, wafat 105 H) dan Khalifah Umar Ibn Abdul Azi (Al Imam Al Mujtahid, wafat 101 H) melakukan qiyamulail
(Ramadhan) sebanyak 36 raka'at ditambah 3 witir."
4. Imam Malik Ibn Anas (wafat 179 H) yang menjadi murid Nafi' berkomentar,
"Apa yang diceritakan oleh Nafi', itulah yang tetap dilakukan oleh penduduk Madinah. Yaitu apa yang dulu ada pada zaman Utsman Ibn Afan.
5. Imam Syafi'i, mengatakan,
"Saya menjumpai orang-orang di Mekkah. Mereka shalat (tarawih, red.) 23 raka'at. Dan saya melihat penduduk Madinah, mereka shalat 39 raka'at, dan tidak ada masalah sedikitpun tentang hal itu."
9 Beberapa Pemahaman Ulama Dalam
Menggabungkan Riwayat-Riwayat Shahih Di Atas
1. Imam Syafi'i, setelah meriwayatkan shalat di Mekkah 23 raka'at dan di
Madinah 39 raka'at berkomentar, "Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih aku sukai."
2. Ibn Hibban (wafat 354 H) berkata,
"Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka'at dengan bacaan yang sangat pan fang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka meringankan bacaan dan menambah bilangan raka'at, menjadi 23 raka'at dengan bacaan sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 raka'at tanpa witir."
3. Al Kamal Ibnul Humam mengatakan,
"Dalil-dalil yang ada menunjukkan, bahwa dari 20 raka'at itu, yang sunnah adalah seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi, sedangkan sisanya adalah mustahab." 28
4. Al Subkhi berkata,
"Tarawih adalah termasuk nawafil. Terserah kepada masing-masing, ingin shalat sedikit atau banyak. Boleh jadi mereka terkadang memilih bacaan panjang dengan bilangan sedikit, yaitu 11 raka'at. Dan terkadang mereka memilih bilangan raka'at banyak, yaitu 20 raka'at daripada bacaan panjang, lalu amalan ini yang terus berjalan."
5. Ibn Taimiyah berkata,
"Ia boleh shalat tarawih 20 raka'at sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Sya_'i. Boleh shalat 36 raka'at sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh shalat 11 raka'at, 13 raka'at. Semuanya baik. Jadi banyaknya raka'at atau sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya." Beliau juga berkata, "Yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang shalat. Jika mereka kuat 10 raka'at ditambah witir 3 raka'at sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul di Ramadhan dan di luar Ramadhan- maka ini yang lebih utama. Kalau mereka kuat 20 raka'at, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40. Dan jika ia shalat dengan 40 raka'at, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah."
6. Al Tharthusi (451-520 H) berkata,
Para sahabat kami (Malikiyah) menjawab dengan jawaban yang benar,
yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata, "Mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 raka'at dengan bacaan yang amat panjang. Pada raka'at pertama, imam membaca sekitar dua ratus ayat, karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak lagi kuat menanggung hal itu, maka Umar memerintahkan 23 raka'at demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan raka'at. Maka mereka membaca surat Al Baqarah dalam 8 raka'at atau 12 raka'at sesuai dengan hadits al A'raj tadi."
Telah dikatakan, bahwa pada waktu itu imam membaca antara 20 ayat
hingga 30 ayat. Hal ini berlangsung terus hingga yaumul Harrah, 31 maka
terasa berat bagi mereka lamanya bacaan. Akhirnya mereka mengurangi
bacaan dan menambah bilangannya menjadi 36 raka'at ditambah 3 witir.
Dan inilah yang berlaku kemudian.
Bahkan diriwayatkan, bahwa yang pertama kali memerintahkan mereka
shalat 36 raka'at ditambah dengan 3 witir ialah Khalifah Muawiyah Ibn Abi
Sufyan (wafat 60 H). Kemudian hal tersebut dilakukan terus oleh khalifah
sesudahnya. Lebih dari itu, Imam Malik menyatakan, shalat 39 raka'at itu telah ada semenjak zaman Khalifah Utsman. Kemudian Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (wafat 101 H) memerintahkan agar imam membaca 10 ayat pada tiap raka'at. Inilah yang dilakukan oleh para imam, dan disepakati oleh jama'ah kaum muslimin, maka ini yang paling utama dari segi takhfif (meringankan).
7. Ada juga yang mengatakan, bahwa Umar memerintahkan kepada dua
sahabat, yaitu "Ubay bin Ka'ab 45 dan Tamim Ad Dad, agar shalat
memimpin tarawih sebanyak 11 raka'at, tetapi kedua sahabat tersebut
akhirnya memilih untuk shalat 21 atau 23 raka'at.
8. Al Ha_dz Ibn Hajar berkata,
"Hal tersebut dipahami sebagai variasi sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan manusia. Kadang-kadang 11 raka'at, atau 21, atau 23 raka'at, tergantung kesiapan dan kesanggupan mereka. Kalau 11 raka'at, mereka memanjangkan bacaan hingga bertumpu pada tongkat. Jika 23 raka'at, mereka meringankan bacaan supaya tidak memberatkan jama'ah.
9. Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan:
"Diantara perkara yang terkadang samar bagi sebagian orang adalah shalat tarawih Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka'at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 raka'at atau 13 raka'at. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil. Hadits-hadits shahih dari Rasululah telah menunjukkan, bahwa shalat malam itu adalah muwassa' (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku. yang tidak boleh dilanggar.
Bahkan telah shahih dari Nabi, bahwa beliau shalat malam 11 raka'at, terkadang 13 raka'at, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Ketika ditanya tentang sifat shalat malam, beliau menjelaskan: dua rakaat-dua raka'at, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka shalatlah satu raka'at witir, menutup shalat yang ia kerjakan. " (HR Bukhari Muslim).
Beliau tidak membatasi dengan raka'at-raka'at tertentu, tidak di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat pada masa Umar di sebagian waktu shalat 23 raka'at dan pada waktu yang lain 11 raka'at. Semua itu shahih dari Umar dan para sahabat pada zamannya. Dan sebagian salaf shalat tarawih 36 raka'at ditambah witir 3 raka'at. Sebagian lagi shalat 41 raka'at. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga menyebutkan, bahwa masalah
ini adalah luas (tidak sempit). Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang memanjangkan bacaan, ruku'. sujud, ialah menyedikitkan
bilangan raka'at(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku' dan sujud (yang afdhal) ialah menambah raka'at(nya). Ini adalah makna ucapan beliau.
Barang siapa merenungkan sunnah Nabi, ia pasti mengetahui, bahwa yang paling afdhal dari semi In itu ialah 11 raka'at atau 13 raka'at. di Ramadhan atau di luar Ramadhan. Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi dalam kebiasaannya. Juga karena lebih ringan bagi jama'ah. Lebih dekat kepada khusyu' dan tuma'ninah. Namun, barangsiapa menambah (raka'at), maka tidak mengapa dan tidak makruh, seperti yang telah talu."
10 Kesimpulan
Maka berdasarkan paparan di atas, saya bisa mengambil kesimpulan, antara lain:
1. Shalat tarawih merupakan bagian dari qiyam Ramadhan, yang dilakukan
setelah shalat Isya' hingga sebelum fajar, dengan dua raka'at salam dua
raka'at salam.
Shalat tarawih memiliki keutamaan yang sangat besar. Oleh karena itu,
Nabi menganjurkannya -dan para sahabat pun menjadikannya sebagai
syiar Ramadhan.
2. Shalat tarawih yang lebih utama sesuai dengan Sunnah Nabi, yaitu
bilangannya 11 raka'at. Inilah yang lebih baik. Seperti ucapan Imam Malik,
"Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan, ialah shalat yang diperintahkan oleh Umar, yaitu 11 raka'at, yaitu (cara) shalat Nabi. Adapun 11 adalah dekat dengan 13."
3. Perbedaan tersebut bersifat variasi, lebih dari 11 raka'at adalah boleh, dan
23 raka'at lebih banyak dikuti oleh jumhur ulama, karena ada asalnya dari
para sahabat pada zaman Khulafaur Rasyidin, dan lebih ringan berdirinya
dibanding dengan 11 raka'at.
4. Yang lebih penting lagi adalah prakteknya harus khusyu', tuma'ninah.
Kalau bisa lamanya sama dengan tarawihnya ulama salaf, sebagai
pengamalan hadits "Sebaik-baik shalat adalah yang panjang bacaanya".
Semoga tulisan ini bermanfaat. Jika benar, maka itu dari Alah. Dan jika salah,
maka itu murni dari al faqir. Ya Alah bimbinglah kami kepada kecintaan dan
ridhaMu. Dan antarkanlah kami kepada Ramadhan dengan penuh aman dan
iman, keselamatan dan Islam.
Maraji'
1. Shahih Bukhari.
2. Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Bandung.
3. Sunan Abu Daud, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
4. Sunan Tirmidzi, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
5. Sunan Ibn Majah, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
6. Sunan Nasa'i, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
7. Al Majmu', An Nawawi, Darul Fikr.
8. Fath Al Aziz, Ar Ra_'i, Darul Fikr (dicetak bersama Al Majmu').
9. At Tamhid, lbn Abdil Barr, tahgiq Muhammad Abdul Qadir Atha,
Maktabah Abbas Ahmad Al Bazz, Mekkah.
10. Fathul Bari, Ibn Hajar, targim Muhammad Fuad Abdul Baqi.
11. Asy Syarhul Kabir, Ibn Qudamah, tahgiq Dr. Abdulah At Turkiy, Hajar,
Jizah.
12. Al Hawadits Wal Bida', Abu Bakar Ath Tharthusi, tahgiq Abdul Majid
Turki, Darul Gharb Al Islami.
13. Tanbihul Gha_lin, As Samarqandi, tahgiq Abdul Aziz Al Wakil, Darusy
Syuruq, Jeddah
14. Al Hawi Li AI Fatawa, As Suyuthi, Darul Fikr, Beirut.
15. Shalat At Tarawih, Al Alban!, Al Maktab Al Islami, Beirut.
16. Fatwa Lajnah Daimah, tartib Ahmad Ad Duwaisi, tartib Adil Al Furaidan.
17. AI Muntaqa Min Fatawa Al Fawzan.
18. Al Ijabat Al Bahiyyah, Al Jibrin, i'dad dan tahrij oleh Saad As Sa'dan,
Darul Ashimah, Riyadh.
19. Majalis Ramndhan, Ibn Utsaimin.
20. Faidh Al Rahim, Ath Thayyar, Maktabah At Taubah, Riyadh.
21. Ash Shalah, Ath Thayyar, Darul Wathan, Riyadh.
22. Durus Ramadhan, Salman Al Audah, Darul Wathan, Riyadh.
23. Majmu' Fatawa, Ibn Taimiyah.
24. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fikr, Beirut.
25. Al Fatawa Al Haditsiyah, Ibn Hajar Al-Haitsami.
(Diedit dari berbagai sumber)
Shalat tarawih adalah bagian dari shalat nafilah (tathawwu'). Mengerjakannya
disunnahkan secara berjama'ah pada bulan Ramadhan, dan sunnah muakkadah. Disebut tarawih, karena setiap selesai dari empat rakaat, para jama'ah duduk untuk istirahat. Tarawih adalah bentuk jama' dari tarwihah. Menurut bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian duduk setelah selesai sholat dari empat raka'at pada bulan Ramadhan disebut tarwihah; karena dengan duduk itu, orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan qiyam Ramadhan. Bahkan para salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Dari situ, kemudian setiap empat raka'at, disebut tarwihah, dan kesemuanya disebut tarawih secara majaz.
Aisyah ditanya: "Bagaimana shalat Rasul pada bulan Ramadhan?" Dia menjawab, "Beliau tidak pemah menambah dibulan Ramadhan atau di luarnya lebih dari 11 raka'at. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau shalat 3 raka'at." (HR Bukhari).
Kata ثم (kemudian), adalah kata penghubung yang memberikan makna
berurutan, dan adanya jedah waktu. Rasululah shalat empat raka'at dengan dua kali salam, kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah,
Adalah Rasululah melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya', hingga waktu fajar, sebanyak 11 raka'at, mengucapkan salam pada setiap dua raka'at, dan melakukan witir dengan satu raka'at. (HR Muslim).
Juga berdasarkan keterangan Ibnu Umar, bahwa seseorang bertanya, "Wahai
Rasululah, bagaimana shalat malam itu?" Beliau menjawab, Yaitu dua raka'at-dua raka'at, maka apabila kamu khawatir shubuh, berwitirlah dengan satu raka'at. (HR Bukhari).
Dalam hadits Ibnu Umar yang lain disebutkan:
Shalat malam dan siang dua raka'at-dua raka'at. (HR Ibn Abi Syaibah).
1 Fadhilah Shalat Tarawih
1.1 Hadits Abu Hurairah:
Barang siapa melakukan qiyamulail pada bulan Ramadhan, karena iman dan mencari pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya.
Maksud qiyam Ramadhan, secara khusus, menurut Imam Nawawi adalah
shalat tarawih. Hadits ini memberitahukan, bahwa shalat tarawih itu bisa
mendatangkan maghfirah dan bisa menggugurkan semua dosa; tetapi dengan syarat karena bermotifkan iman; membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dari Allah. Bukan karena riya' atau sekedar adat kebiasaan.
Hadits ini dipahami oleh para salafush shalih, termasuk oleh Abu Hurairah
sebagal anjuran yang kuat dari Rasululah untuk melakukan qiyam Ramadhan
(shalat tarawih, tahajud, dan lain-lain).
1.2 Hadits Abdurrahman bin Auf
Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan dimana Alah mewajibkan puasanya, dan sesungguhnya aku menyunnahkan qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barangsiapa berpuasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasti) keluar dari dosa-dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Al Albani berkata, "Yang shahih hanya kalimat yang kedua saja, yang awal dha'if."
1.3 Hadits Abu Dzar:
Barang siapa qiyamul lail bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya (pahala) qiyam satu malam (penuh). Hadits ini sekaligus juga memberikan anjuran, agar melakukan shalat tarawih secara berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai.
2 Shalat Tarawih Pada Zaman Nabi
Nabi telah melaksanakan dan memimpin shalat tarawih. Bahkan beliau menjelaskan fadhilahnya, dan menyetujui jama'ah tarawih yang dipimpin oleh
sahabat Ubay bin Ka'ab.
Berikut ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan, bahwa shalat tarawih secara berjama'ah disunnahkan oleh Nabi, dan dilakukan secara khusyu' dengan bacaan yang panjang.
2.1 Hadits Nu'man bin Basyir,
Ia berkata: Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasululah pada malam 23 bulan Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.
2.2 Hadits Abu Dzar,
ia berkata: Kami puasa, tetapi Nabi tidak memimpin kami untuk melakukan
shalat (tarawih), hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasululah mengimami kami shalat, sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam. Dan pada malam ke lima, beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separoh malam. Lalu kami berkata kepada Rasululah, "Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?", maka beliau bersabda, Barang siapa shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai. maka ditulis untuknya shalat satu malam (suntuk). Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi, hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah, saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata, "Sahur. "
2.3 Tsa'labah bin Abi Malik Al Qurazhi berkata:
Pada suatu malam, di malam Ramadhan, Rasululah keluar rumah, kemudian beliau melihat sekumplpulan orang di sebuah pojok masjid sedang melaksanakan shalat. Beliau lalu bertanya, Apa yang sedang mereka lakukan?" Seseorang menjawab, "Ya Rasululah, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak membaca Al Qur'an, sedang Ubay bin Ka'ali ahli membaca Al Qur'an, maka mereka shalat (ma'mum) dengan shalatnya Ubay. " Beliau lalu bersabda, "Mereka telah berbuat baik dan telah berbuat benar." Beliau tidak membencinya.
3 Shalat Tarawih Pada Zaman Khulafa'ur Rasyidin
1. Para sahabat Rasululah, shalat tarawih di masjid Nabawi pada malam-
malam Ramadhan secara awza'an (berpencar-pencar). Orang yang bisa membaca Al Qur'an ada yang mengimami 5 orang, ada yang 6 orang, ada yang lebih sedikit dari itu, dan ada yang lebih banyak.
Az Zuhri berkata,
"Ketika Rasululah wafat, orang-orang shalat tarawih dengan cara
seperti itu. Kemudian pada masa Abu Bakar, caranya tetap seperti itu; begitu pula awal khalifah Umar."
2. Abdurrahman bin Abdul Qari' berkata,
"Saya keluar ke masjid bersama Umar pada bulan Ramadhan.
Ketika itu orang-orang berpencaran; ada yang shalat sendirian, dan ada yang shalat dengan jama'ah yang kecil (kurang dari sepuluh orang). Umar berkata, 'Demi Alah, saya melihat (berpandangan), seandainya mereka saya satukan di belakang satu imam, tentu lebih utama,'
Kemudian beliau bertekad dan mengumpulkan mereka di bawah pimpinan Ubay bin Ka'ab. Kemudian saya keluar lagi bersama beliau pada malam lain. Ketika itu orang-orang sedang shalat di belakang imam mereka. Maka Umar berkata,'Ini adalah sebaik-baik hal baru.' Dan shalat akhir malam nanti lebih utama dari shalat yang mereka kerjakan sekarang." Peristiwa ini terjadi pada tahun 14 H.
3. Umar mengundang para qari' pada bulan Ramadhan, lalu member perintah kepada mereka agar yang paling cepat bacaanya membaca 30 ayat (3 halaman), dan yang sedang agar membaca 25 ayat, adapun yang pelan
membaca 20 ayat (+ 2 halaman).
4. Al A'raj berkata,
"Kami tidak mendapati orang-orang, melainkan mereka sudah melaknat orang kafir (dalam do'a) pada bulan Ramadhan." la berkata, "Sang qari' (imam) membaca ayat Al Baqarah dalam 8 raka'at. Jika ia telah memimpin 12 raka'at, (maka) barulah orang-orang merasa kalau imam meringankan."
5. Abdulah bin Abi Bakr berkata,
"Saya mendengar bapak saya berkata,'Kami sedang pulang dari shalat (tarawih) pada malam Ramadhan. Kami menyuruh pelayan agar cepat cepat menyiapkan makanan, karena takut tidak mendapat sahur'. "
6. Saib bin Yazid (Wafat 91 H) berkata,
"Umar memerintah Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari agar memimpin shalat tarawih pada bulan Ramadhan dengan 11 raka'at. Maka sang qari' membaca dengan ratusan ayat, hingga kita bersandar pada tongkat karena sangat lamanya berdiri. Maka kami tidak pulang dart tarawih, melainkan sudah di ujung fajar."
4 Bilangan Raka'at Shalat Tarawih Dan Shalat Witir
Mengenai masalah ini, diantara para ulama salaf terdapat perselisihan yang
cukup banyak (variasinya) hingga mencapai belasan pendapat, sebagaimana di bawah ini.
1. Sebelas raka'at (8 + 3 Witir), riwayat Malik dan Said bin Manshur.
2. Tigabelas raka'at (2 raka'at ringan + 8 + 3 Witir), riwayat Ibnu Nashr dan
Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2), atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim.
3. Sembilan belas raka'at (16 + 3).
4. Duapuluh satu raka'at (20 + 1), riwayat Abdurrazzaq
5. Duapuluh tiga raka'at (20 + 3), riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi.
Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah, Sya_'i, Ats Tsauri, Ahmad,
Abu Daud dan Ibnul Mubarak.
6. Duapuluh sembilan raka'at (28 + 1).
7. Tigapuluh sembilan raka'at (36 + 3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1).
8. Empatpuluh satu raka'at (38 + 3), riwayat Ibn Nashr dart persaksian Shalih
Mawla Al Tau'amah tentang shalatnya penduduk Madinah, atau (36 + 5)
seperti dalam Al Mughni 2/167.
9. Empatpuluh sembilan raka'at (40 + 9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari
Al Aswad Ibn Yazid.
10. Tigapuluh empat raka'at tanpa witir (di Basrah, Iraq).
11. Duapuluh empat raka'at tanpa witir (dart Said Ibn Jubair).
12. Enambelas raka'at tanpa witir.
5 Berapa Raka'at Tarawih Rasulullah?
Rasululah telah melakukan dan memimpin shalat tarawih, terdiri dari sebelas
raka'at (8 3). Dalilnya sebagai berikut.
1. Hadits Aisyah: ia ditanya oleh Abu Salamah Abdur Rahman tentang
glyamui lailnya Rasul pada bulan Ramadhan, ia menjawab: Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada bulan lainnya. lebih dari sebelas raka'at. (HR Bukhari, Muslim).
Ibn Hajar berkata,
"Jelas sekali, bahwa hadits ini menunjukkan shalatnya Rasul (adalah) sama semua di sepanjang tahun."
2. Hadits Jabir bin Abdilah ia berkata:
Rasululah shalat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 raka'at
dan witir. Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid
dengan harapan beliau shalat dengan kami. Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk bertanya, "Ya Rasululah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap anda shalat bersama kami," maka beliau bersabda, "Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian.
"
3. Pengakuan Nabi tentang 8 raka'at dan 3 witir.
Ubay bin Ka'ab datang kepada Rasululah, lalu berkata,"Ya Rasulullah, ada sesuatu yang saya kerjakan tadi malam (Ramadhan). Beliau bertanya,"Apa itu, wahai Ubay?" la menjawab,"Para wanita di rumahku berkata,'Sesungguhnya kami ini tidak membaca Al Qur'an. Bagaimana kalau kami shalat dengan shalatmu?' Ia berkata,"Maka saya shalat dengan mereka
8 raka'at dan witir. Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau tidak
mengatakan apa-apa." 13
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Rasululah shalat tarawih
dengan 20 raka'at, maka haditsnya tidak ada yang shahih. 14
6 Berapa Rakaat Tarawih Sahabat dan Tabi'in
Pada Masa Umar
Ada beberapa riwayat shahih tentang bilangan raka'at shalat tarawih para
sahabat pada zaman Umar 43 . Yaitu: 11 raka'at, 13 raka'at, 21 raka'at, dan
23 raka'at. Kemudian 39 raka'at juga shahih, pada masa Khulafaur Rasyidin
setelah Umar; tetapi hal ini khusus di Madinah. Berikut keterangan pada masa Umar
1. Sebelas raka'at.
Umar memerintahkan kepada Ubay dan Tamim Al Dari untuk shalat 11
raka'at. Mereka membaca ratusan ayat, sampai makmum bersandar pada
tongkat karena kelamaan dan selesai hampir Subuh. Demikian ini riwayat
Imam Malik dari Muhammad bin Yusuf dari Saib Ibn Yazid
Imam Suyuthi dan Imam Subkhi menilai, bahwa hadits ini sangat shahih. Syaikh Al Albani juga menilai, bahwa hadits ini shahih sekali .
2. Tigabelas raka'at
Semua perawi dari Muhammd Ibn Yusuf mengatakan 11 raka'at, kecuali
Muhammad Ibn Ishaq. Ia berkata 13 raka'at (HR Ibn Nashr), akan tetapi
hadts ini sesuai dengan hadits 'Aisyah yang mengatakan 11 raka'at.
Hal ini bisa dipahami, bahwa termasuk dalam bilangan itu ialah 2 raka'at
shalat Fajar, atau 2 raka'at pemula yang ringan, atau 8 raka'at ditambah 5 raka'at Witir.
3. Duapuluh raka'at (ditambah 1 atau 3 raka'at Witir).
Abdur Razzaq meriwayatkan dart Muhammad Ibn Yusuf dengan lafadz "21
raka'at" (sanad shahih).
Al Baihaqi dalam As Sunan dan Al Firyabi dalam Ash Shiyam
meriwayatkan dari jalur Yazid Ibn Khushaifah dari Saib Ibn Yazid, bahwa
mereka pada zaman Umar di bulan Ramadhan shalat tarawih 20 raka'at.
Mereka membaca ratusan ayat, dan bertumpu 'pada tongkat pada zaman
Utsman, karena terlalu lama berdiri.
Riwayat ini dishahihkan oleh Imam Al Nawawi, Al Zaila'i, Al Aini, Ibn Al
Iraqi, Al Subkhi, As Suyuthi, Syaikh Abdul Aziz bin Bazz, dan lain-lain.
Sementara itu Syaikh Al Albani menganggap, bahwa dua riwayat
ini bertentangan dengan riwayat sebelumnya, tidak bisa dijama'
(digabungkan). Maka beliau memakai metode tarjih (memilih riwayat yang
shahih dan meninggalkan yang lain).
Beliau menyatakan, bahwa Muhammad Ibn Yusuf perawi yang tsiqah tsabt
(sangat terpercaya), telah meriwayatkan dari Saib Ibn Yazid 11 raka'at.
Sedangkan Ibn Khushaifah yang hanya pada peringkat tsiqah (terpercaya)
meriwayatkan 21 raka'at. Sehingga hadits Ibn Khushaifah ini menurut
beliau adalah syadz (asing, menyalahi hadits yang lebih shahih).
Perlu diketahui, selain Ibn Khushaifah tadi, ada perawi lain, yaitu Al Harits
Ibn Abdurrahman Ibn Abi Dzubab yang meriwayatkan dari Saib Ibn Yazid,
bahwa shalat tarawih pada masa Umar 23 raka'at. (HR Abdurrazzaq). Selanjutnya 23 raka'at diriwayatkan juga dari Yazid Ibn Ruman secara
mursal, karena ia tidak menjumpai zaman Umar. Yazid Ibn Ruman adalah mawla (mantan budak) sahabat Zubair Ibn Al Awam (36 H), ia salah seorang qurra' Madinah yang tsiqat tsabt (meninggal pada tahun 120 atau 130 H). Ia memberi pernyataan, bahwa masyarakat (Madinah) pada zaman Umar telah melakukan qiyam Ramadhan dengan bilangan 23 raka'at,
7 Bagaimana Jalan Keluarnya?
Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metode al jam'u, bukan metode at tarjih, sebagaimana yang dipilih oleh Syaikh Al Albani. Dasar pertimbangan jumhur adalah:
1. Riwayat 20 (21, 23) raka'at adalah shahih.
2. Riwayat 8 (11, 13) raka'at adalah shahih.
3. Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi'in dan ulama salaf.
4. Menggabungkan riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak
perlu pakai tarjih, yang konsekuensinya adalah menggugurkan salah satu
riwayat yang shahih.
8 Beberapa Kesaksian Pelaku Sejarah
1. Imam Atho' Ibn Abi Rabah mawla Quraisy, 18 lahir pada masa Khilafah
Utsman (antara tahun 24 H sampai 35 H), yang mengambil ilmu dari Ibn
Abbas, (wafat 67 / 68 H), Aisyah dan yang menjadi mufti Mekkah setelah
Ibn Abbas hingga tahun wafatnya 114 H, memberikan kesaksian: "Saya telah mendapati orang-orang (masyarakat Mekkah) pada malam Ramadhan shalat 20 raka'at dan 3 raka'at witir."
2. Imam Na_' Al Qurasyi, telah memberikan kesaksian sebagai berikut:
"Saya mendapati orang-orang (masyarakat Madinah); mereka shalat pada bulan Ramadhan 36 raka'at dan witir 3 raka'at."
3. Daud Ibn Qais bersaksi,
"Saya mendapati orang-orang di Madinah pada amasa pemerintahan Aban Ibn Utsman Ibn A_an Al Umawi (Amir Madinah, wafat 105 H) dan Khalifah Umar Ibn Abdul Azi (Al Imam Al Mujtahid, wafat 101 H) melakukan qiyamulail
(Ramadhan) sebanyak 36 raka'at ditambah 3 witir."
4. Imam Malik Ibn Anas (wafat 179 H) yang menjadi murid Nafi' berkomentar,
"Apa yang diceritakan oleh Nafi', itulah yang tetap dilakukan oleh penduduk Madinah. Yaitu apa yang dulu ada pada zaman Utsman Ibn Afan.
5. Imam Syafi'i, mengatakan,
"Saya menjumpai orang-orang di Mekkah. Mereka shalat (tarawih, red.) 23 raka'at. Dan saya melihat penduduk Madinah, mereka shalat 39 raka'at, dan tidak ada masalah sedikitpun tentang hal itu."
9 Beberapa Pemahaman Ulama Dalam
Menggabungkan Riwayat-Riwayat Shahih Di Atas
1. Imam Syafi'i, setelah meriwayatkan shalat di Mekkah 23 raka'at dan di
Madinah 39 raka'at berkomentar, "Seandainya mereka memanjangkan bacaan dan menyedikitkan bilangan sujudnya, maka itu bagus. Dan seandainya mereka memperbanyak sujud dan meringankan bacaan, maka itu juga bagus; tetapi yang pertama lebih aku sukai."
2. Ibn Hibban (wafat 354 H) berkata,
"Sesungguhnya tarawih itu pada mulanya adalah 11 raka'at dengan bacaan yang sangat pan fang hingga memberatkan mereka. Kemudian mereka meringankan bacaan dan menambah bilangan raka'at, menjadi 23 raka'at dengan bacaan sedang. Setelah itu mereka meringankan bacaan dan menjadikan tarawih dalam 36 raka'at tanpa witir."
3. Al Kamal Ibnul Humam mengatakan,
"Dalil-dalil yang ada menunjukkan, bahwa dari 20 raka'at itu, yang sunnah adalah seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi, sedangkan sisanya adalah mustahab." 28
4. Al Subkhi berkata,
"Tarawih adalah termasuk nawafil. Terserah kepada masing-masing, ingin shalat sedikit atau banyak. Boleh jadi mereka terkadang memilih bacaan panjang dengan bilangan sedikit, yaitu 11 raka'at. Dan terkadang mereka memilih bilangan raka'at banyak, yaitu 20 raka'at daripada bacaan panjang, lalu amalan ini yang terus berjalan."
5. Ibn Taimiyah berkata,
"Ia boleh shalat tarawih 20 raka'at sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Sya_'i. Boleh shalat 36 raka'at sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh shalat 11 raka'at, 13 raka'at. Semuanya baik. Jadi banyaknya raka'at atau sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya." Beliau juga berkata, "Yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang shalat. Jika mereka kuat 10 raka'at ditambah witir 3 raka'at sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul di Ramadhan dan di luar Ramadhan- maka ini yang lebih utama. Kalau mereka kuat 20 raka'at, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40. Dan jika ia shalat dengan 40 raka'at, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah."
6. Al Tharthusi (451-520 H) berkata,
Para sahabat kami (Malikiyah) menjawab dengan jawaban yang benar,
yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata, "Mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 raka'at dengan bacaan yang amat panjang. Pada raka'at pertama, imam membaca sekitar dua ratus ayat, karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak lagi kuat menanggung hal itu, maka Umar memerintahkan 23 raka'at demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan raka'at. Maka mereka membaca surat Al Baqarah dalam 8 raka'at atau 12 raka'at sesuai dengan hadits al A'raj tadi."
Telah dikatakan, bahwa pada waktu itu imam membaca antara 20 ayat
hingga 30 ayat. Hal ini berlangsung terus hingga yaumul Harrah, 31 maka
terasa berat bagi mereka lamanya bacaan. Akhirnya mereka mengurangi
bacaan dan menambah bilangannya menjadi 36 raka'at ditambah 3 witir.
Dan inilah yang berlaku kemudian.
Bahkan diriwayatkan, bahwa yang pertama kali memerintahkan mereka
shalat 36 raka'at ditambah dengan 3 witir ialah Khalifah Muawiyah Ibn Abi
Sufyan (wafat 60 H). Kemudian hal tersebut dilakukan terus oleh khalifah
sesudahnya. Lebih dari itu, Imam Malik menyatakan, shalat 39 raka'at itu telah ada semenjak zaman Khalifah Utsman. Kemudian Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (wafat 101 H) memerintahkan agar imam membaca 10 ayat pada tiap raka'at. Inilah yang dilakukan oleh para imam, dan disepakati oleh jama'ah kaum muslimin, maka ini yang paling utama dari segi takhfif (meringankan).
7. Ada juga yang mengatakan, bahwa Umar memerintahkan kepada dua
sahabat, yaitu "Ubay bin Ka'ab 45 dan Tamim Ad Dad, agar shalat
memimpin tarawih sebanyak 11 raka'at, tetapi kedua sahabat tersebut
akhirnya memilih untuk shalat 21 atau 23 raka'at.
8. Al Ha_dz Ibn Hajar berkata,
"Hal tersebut dipahami sebagai variasi sesuai dengan situasi, kondisi dan kebutuhan manusia. Kadang-kadang 11 raka'at, atau 21, atau 23 raka'at, tergantung kesiapan dan kesanggupan mereka. Kalau 11 raka'at, mereka memanjangkan bacaan hingga bertumpu pada tongkat. Jika 23 raka'at, mereka meringankan bacaan supaya tidak memberatkan jama'ah.
9. Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan:
"Diantara perkara yang terkadang samar bagi sebagian orang adalah shalat tarawih Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka'at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 raka'at atau 13 raka'at. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil. Hadits-hadits shahih dari Rasululah telah menunjukkan, bahwa shalat malam itu adalah muwassa' (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku. yang tidak boleh dilanggar.
Bahkan telah shahih dari Nabi, bahwa beliau shalat malam 11 raka'at, terkadang 13 raka'at, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Ketika ditanya tentang sifat shalat malam, beliau menjelaskan: dua rakaat-dua raka'at, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka shalatlah satu raka'at witir, menutup shalat yang ia kerjakan. " (HR Bukhari Muslim).
Beliau tidak membatasi dengan raka'at-raka'at tertentu, tidak di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat pada masa Umar di sebagian waktu shalat 23 raka'at dan pada waktu yang lain 11 raka'at. Semua itu shahih dari Umar dan para sahabat pada zamannya. Dan sebagian salaf shalat tarawih 36 raka'at ditambah witir 3 raka'at. Sebagian lagi shalat 41 raka'at. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga menyebutkan, bahwa masalah
ini adalah luas (tidak sempit). Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang memanjangkan bacaan, ruku'. sujud, ialah menyedikitkan
bilangan raka'at(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku' dan sujud (yang afdhal) ialah menambah raka'at(nya). Ini adalah makna ucapan beliau.
Barang siapa merenungkan sunnah Nabi, ia pasti mengetahui, bahwa yang paling afdhal dari semi In itu ialah 11 raka'at atau 13 raka'at. di Ramadhan atau di luar Ramadhan. Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi dalam kebiasaannya. Juga karena lebih ringan bagi jama'ah. Lebih dekat kepada khusyu' dan tuma'ninah. Namun, barangsiapa menambah (raka'at), maka tidak mengapa dan tidak makruh, seperti yang telah talu."
10 Kesimpulan
Maka berdasarkan paparan di atas, saya bisa mengambil kesimpulan, antara lain:
1. Shalat tarawih merupakan bagian dari qiyam Ramadhan, yang dilakukan
setelah shalat Isya' hingga sebelum fajar, dengan dua raka'at salam dua
raka'at salam.
Shalat tarawih memiliki keutamaan yang sangat besar. Oleh karena itu,
Nabi menganjurkannya -dan para sahabat pun menjadikannya sebagai
syiar Ramadhan.
2. Shalat tarawih yang lebih utama sesuai dengan Sunnah Nabi, yaitu
bilangannya 11 raka'at. Inilah yang lebih baik. Seperti ucapan Imam Malik,
"Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan, ialah shalat yang diperintahkan oleh Umar, yaitu 11 raka'at, yaitu (cara) shalat Nabi. Adapun 11 adalah dekat dengan 13."
3. Perbedaan tersebut bersifat variasi, lebih dari 11 raka'at adalah boleh, dan
23 raka'at lebih banyak dikuti oleh jumhur ulama, karena ada asalnya dari
para sahabat pada zaman Khulafaur Rasyidin, dan lebih ringan berdirinya
dibanding dengan 11 raka'at.
4. Yang lebih penting lagi adalah prakteknya harus khusyu', tuma'ninah.
Kalau bisa lamanya sama dengan tarawihnya ulama salaf, sebagai
pengamalan hadits "Sebaik-baik shalat adalah yang panjang bacaanya".
Semoga tulisan ini bermanfaat. Jika benar, maka itu dari Alah. Dan jika salah,
maka itu murni dari al faqir. Ya Alah bimbinglah kami kepada kecintaan dan
ridhaMu. Dan antarkanlah kami kepada Ramadhan dengan penuh aman dan
iman, keselamatan dan Islam.
Maraji'
1. Shahih Bukhari.
2. Shahih Muslim, Maktabah Dahlan, Bandung.
3. Sunan Abu Daud, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
4. Sunan Tirmidzi, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
5. Sunan Ibn Majah, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
6. Sunan Nasa'i, Baitul Afkar Ad Dauliyah, Amman, Yordan.
7. Al Majmu', An Nawawi, Darul Fikr.
8. Fath Al Aziz, Ar Ra_'i, Darul Fikr (dicetak bersama Al Majmu').
9. At Tamhid, lbn Abdil Barr, tahgiq Muhammad Abdul Qadir Atha,
Maktabah Abbas Ahmad Al Bazz, Mekkah.
10. Fathul Bari, Ibn Hajar, targim Muhammad Fuad Abdul Baqi.
11. Asy Syarhul Kabir, Ibn Qudamah, tahgiq Dr. Abdulah At Turkiy, Hajar,
Jizah.
12. Al Hawadits Wal Bida', Abu Bakar Ath Tharthusi, tahgiq Abdul Majid
Turki, Darul Gharb Al Islami.
13. Tanbihul Gha_lin, As Samarqandi, tahgiq Abdul Aziz Al Wakil, Darusy
Syuruq, Jeddah
14. Al Hawi Li AI Fatawa, As Suyuthi, Darul Fikr, Beirut.
15. Shalat At Tarawih, Al Alban!, Al Maktab Al Islami, Beirut.
16. Fatwa Lajnah Daimah, tartib Ahmad Ad Duwaisi, tartib Adil Al Furaidan.
17. AI Muntaqa Min Fatawa Al Fawzan.
18. Al Ijabat Al Bahiyyah, Al Jibrin, i'dad dan tahrij oleh Saad As Sa'dan,
Darul Ashimah, Riyadh.
19. Majalis Ramndhan, Ibn Utsaimin.
20. Faidh Al Rahim, Ath Thayyar, Maktabah At Taubah, Riyadh.
21. Ash Shalah, Ath Thayyar, Darul Wathan, Riyadh.
22. Durus Ramadhan, Salman Al Audah, Darul Wathan, Riyadh.
23. Majmu' Fatawa, Ibn Taimiyah.
24. Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fikr, Beirut.
25. Al Fatawa Al Haditsiyah, Ibn Hajar Al-Haitsami.
Wednesday, July 29, 2009
Mengajari Anak Dua Bahasa
Mengajari Anak Dua Bahasa
(Sebuah Pengalaman)
Suatu hari saya sedang mencukur kumis di depan cermin, kata Ahmad, "Bapak mau pura-pura muda ya"? (Dia ingin mengungkapkan bahwa dengan potong kumis bapak akan kelihatan lebih muda).
Kemampuan berbahasa yang baik sangat penting bagi anak. Hal itu juga seringkali mendasari orangtua agar sang buah hati menguasai dua bahasa atau bilingual, bahkan sejak usia dini. Tidak salah memang, karena dengan menguasai dua bahasa seorang anak akan mendapatkan banyak manfaat dan tentunya kebanggaan tersendiri bagi orang tua.
Dengan kecerdasan berbahasa, anak dapat mengembangkan kecerdasan lainnya. Kecerdasan berbahasa dapat membantu anak memahami informasi atau instruksi yang disampaikan. Ini memudahkan anak mengembangkan kecerdasannya.
Kecerdasan berbahasa maksudnya adalah kecerdasan yang menekankan pada kemampuan menggunakan kata-kata dan bahasa dalam kegiatan berbicara termasuk membaca dan menulis.
Kemampuan berbahasa, selain dapat membantu anak lebih memahami informasi tentunya juga dapat membantu anak berkomunikasi dengan lingkungan secara lisan maupun tulisan.
Apalagi, jika seorang anak terlahir dari orang tua yang berbeda bangsa. Saya punya teman perempuan Indonesia suaminya orang India, anaknya sebaya dengan anak saya, tapi kalau dilihat dari kemampuannya berbahasa anak saya lebih baik dan lebih banyak kosa kata yang dikuasai. Kenapa? Dalam kesehariannya ketika anak bermain dengan bapaknya maka bapaknya mengajari bahasa India, ketika dengan ibunya si anak akan mendengarkan ibunya ngomong bahasa Indonesia atau jawa, ketika bapak dan ibunya ngobrol mereka memakai bahasa inggris, siapa yang nggak bingung? Orang dewasa pun akan bingung juga.
Dalam hal ini penguasaan bahasa kedua orang tua tentunya diperlukan karena kemungkinan untuk tinggal di negara lain dengan bahasa yang berbeda lebih besar dibanding anak dari orang tua yang berasal dari negara yang sama.
Suatu hari bapak saya bertanya tentang cucu-cucunya apakah mereka sudah pintar ngomong? Sudah bisa ngomong apa? Bahasa Jawa, Indonesia, Arab atau Inggris? Nasehatnya: "Diajarin bahasa inggris dan bahasa arab sejak kecil ya"! Biar keren katanya. Kemudian saya jawab: "memang Mbah tahu kalau cucu-cucunya ngomong pakai bahasa arab atau inggris? ntar malah bingung? Ya kan?.
Mungkin ini pertanyaan yang penting, bahasa apakah yang pertama-tama kita harus ajarkan kepada anak kita? Sudah tentu bahasa ibu, bahasa asli kita, bahasa dari mana kita berasal. Pengalaman saya, Fatma anak saya sudah dapat menguasai bahasa Indonesia70% pada umur 4 tahun, dia sudah bisa mengekspresikan keinginannya dengan bahasa Indonesia yang sederhana dan dia sudah mengerti dan sangat komunikatif dalam bahasa Indonesia. Selang berjalannya waktu semakin hari semakin sempurna dan kosa katanya pun terus bertambah.
Setelah umur 4 tahun kami memulai mengajarkan bahasa Inggris dan sedikit bahasa Arab, tapi dia lebih bakat dalam bahasa Inggris, maka saya lebih banyak mengajarkan bahasa Inggris.
Usia Terbaik
Perkembangan otak anak sesuai dengan pola tertentu. Untuk usia tiga sampai enam tahun otak yang berfungsi lebih baik adalah bagian depan. Pada usia ini, meski anak belum lancar berkomunikasi secara lisan namun anak mulai belajar menggabungkan beberapa kata menjadi kalimat sederhana.
Untuk memulai mengajarkan anak belajar bahasa, terutama untuk bahasa kedua, masa yang paling efektif adalah usia 6-13 tahun. Karena pada masa ini otak bagian belakang yang berkaitan dengan perkembangan bahasa sedang berkembang dengan baik. Dan kami mengajarkannya sedikit lebih awal, mungkin itu sebabnya sehingga hasilnya kurang optimal.
Faktor lingkungan sangat menentukan perkembangan kemampuan berbahasa anak terutama di sekolah, walaupun agak kerepotan dimasa awalnya tapi akhirnya anak saya bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan bahasa arab dengan temannya karena terpaksa (di kelasnya berjumlah 20 anak, semuanya anak-anak arab kecuali 1 anak saya orang Indonesia: bagi dia ini adalah lingkungan yang sangat ekstrim (kurang baik) karena memaksa dia untuk terpaksa beradaptasi). Setiap kita harus memahami kemampuan anak sesuai dengan usianya. Selain itu anak akan lebih mudah menggunakan dua bahasa apabila anak telah menguasai bahasa ibu.
Kita sebagai orang tua harus menguasai bahasa kedua yang akan digunakan, sehingga bisa membantu melancarkan perkembangan bahasa anak. Kita juga harus memberi perhatian pada lingkungan, jangan sampai terdapat beberapa bahasa yang berbeda karena dapat membuat anak mengalami gagap bahasa atau kebingungan berbahasa, anak-anak kami tidak bisa berbahasa jawa, kalau kami ngomong jawa mereka bilang bahwa kami ngomong ngawur, tetangga depan rumah orang Mesir ngomong arab, sebelahnya orang India ngomong bahasa Urdu, ada juga Somalia dan Philipina semuanya ngomong dengan bahasa mereka sendiri. Parah kan?
Contoh: suatu hari Fatma dan Ahmad main sepeda, kemudian dia memanggil adiknya, "ta'al Ahmad, hurry lah !! maksudnya adalah Ahmad kemari..cepetan donk !! trus Ahmad menjawab: "wait, the wheel is gembos (tunggu.., ban sepedanya gembos).
Hari yang lain, Ahmad rebutan sepeda dengan Abdullah (adiknya), dia sambil marah-marah melapor pada saya, "He always win alone" (maksudnya: dia selalu ingin menang sendiri)..lucu ya…
Suatu hari Ahmad bertanya ketika mau beli bensin, "Babe..bahasa inggrisnya beli bensin itu " full special ya"?....lucu ya? Sungguh-sungguh terjadi.
Bilingual atau menguasai dua bahasa memang diperlukan. Apalagi tuntutan globalisasi yang memungkinkan anak berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Ukurlah kebutuhan dan kemampuan anak agar hasilnya dapat maksimal. Jangan lupa juga, kita sebagai orang tua pun harus siap untuk belajar dan mengembangkan kemampuan bahasa, karena tidak cukup jika hanya mengandalkan sekolah atau tempat kursus saja.
Dedicated to Orang Tua yang peduli anak.
(Sebuah Pengalaman)
Suatu hari saya sedang mencukur kumis di depan cermin, kata Ahmad, "Bapak mau pura-pura muda ya"? (Dia ingin mengungkapkan bahwa dengan potong kumis bapak akan kelihatan lebih muda).
Kemampuan berbahasa yang baik sangat penting bagi anak. Hal itu juga seringkali mendasari orangtua agar sang buah hati menguasai dua bahasa atau bilingual, bahkan sejak usia dini. Tidak salah memang, karena dengan menguasai dua bahasa seorang anak akan mendapatkan banyak manfaat dan tentunya kebanggaan tersendiri bagi orang tua.
Dengan kecerdasan berbahasa, anak dapat mengembangkan kecerdasan lainnya. Kecerdasan berbahasa dapat membantu anak memahami informasi atau instruksi yang disampaikan. Ini memudahkan anak mengembangkan kecerdasannya.
Kecerdasan berbahasa maksudnya adalah kecerdasan yang menekankan pada kemampuan menggunakan kata-kata dan bahasa dalam kegiatan berbicara termasuk membaca dan menulis.
Kemampuan berbahasa, selain dapat membantu anak lebih memahami informasi tentunya juga dapat membantu anak berkomunikasi dengan lingkungan secara lisan maupun tulisan.
Apalagi, jika seorang anak terlahir dari orang tua yang berbeda bangsa. Saya punya teman perempuan Indonesia suaminya orang India, anaknya sebaya dengan anak saya, tapi kalau dilihat dari kemampuannya berbahasa anak saya lebih baik dan lebih banyak kosa kata yang dikuasai. Kenapa? Dalam kesehariannya ketika anak bermain dengan bapaknya maka bapaknya mengajari bahasa India, ketika dengan ibunya si anak akan mendengarkan ibunya ngomong bahasa Indonesia atau jawa, ketika bapak dan ibunya ngobrol mereka memakai bahasa inggris, siapa yang nggak bingung? Orang dewasa pun akan bingung juga.
Dalam hal ini penguasaan bahasa kedua orang tua tentunya diperlukan karena kemungkinan untuk tinggal di negara lain dengan bahasa yang berbeda lebih besar dibanding anak dari orang tua yang berasal dari negara yang sama.
Suatu hari bapak saya bertanya tentang cucu-cucunya apakah mereka sudah pintar ngomong? Sudah bisa ngomong apa? Bahasa Jawa, Indonesia, Arab atau Inggris? Nasehatnya: "Diajarin bahasa inggris dan bahasa arab sejak kecil ya"! Biar keren katanya. Kemudian saya jawab: "memang Mbah tahu kalau cucu-cucunya ngomong pakai bahasa arab atau inggris? ntar malah bingung? Ya kan?.
Mungkin ini pertanyaan yang penting, bahasa apakah yang pertama-tama kita harus ajarkan kepada anak kita? Sudah tentu bahasa ibu, bahasa asli kita, bahasa dari mana kita berasal. Pengalaman saya, Fatma anak saya sudah dapat menguasai bahasa Indonesia70% pada umur 4 tahun, dia sudah bisa mengekspresikan keinginannya dengan bahasa Indonesia yang sederhana dan dia sudah mengerti dan sangat komunikatif dalam bahasa Indonesia. Selang berjalannya waktu semakin hari semakin sempurna dan kosa katanya pun terus bertambah.
Setelah umur 4 tahun kami memulai mengajarkan bahasa Inggris dan sedikit bahasa Arab, tapi dia lebih bakat dalam bahasa Inggris, maka saya lebih banyak mengajarkan bahasa Inggris.
Usia Terbaik
Perkembangan otak anak sesuai dengan pola tertentu. Untuk usia tiga sampai enam tahun otak yang berfungsi lebih baik adalah bagian depan. Pada usia ini, meski anak belum lancar berkomunikasi secara lisan namun anak mulai belajar menggabungkan beberapa kata menjadi kalimat sederhana.
Untuk memulai mengajarkan anak belajar bahasa, terutama untuk bahasa kedua, masa yang paling efektif adalah usia 6-13 tahun. Karena pada masa ini otak bagian belakang yang berkaitan dengan perkembangan bahasa sedang berkembang dengan baik. Dan kami mengajarkannya sedikit lebih awal, mungkin itu sebabnya sehingga hasilnya kurang optimal.
Faktor lingkungan sangat menentukan perkembangan kemampuan berbahasa anak terutama di sekolah, walaupun agak kerepotan dimasa awalnya tapi akhirnya anak saya bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan bahasa arab dengan temannya karena terpaksa (di kelasnya berjumlah 20 anak, semuanya anak-anak arab kecuali 1 anak saya orang Indonesia: bagi dia ini adalah lingkungan yang sangat ekstrim (kurang baik) karena memaksa dia untuk terpaksa beradaptasi). Setiap kita harus memahami kemampuan anak sesuai dengan usianya. Selain itu anak akan lebih mudah menggunakan dua bahasa apabila anak telah menguasai bahasa ibu.
Kita sebagai orang tua harus menguasai bahasa kedua yang akan digunakan, sehingga bisa membantu melancarkan perkembangan bahasa anak. Kita juga harus memberi perhatian pada lingkungan, jangan sampai terdapat beberapa bahasa yang berbeda karena dapat membuat anak mengalami gagap bahasa atau kebingungan berbahasa, anak-anak kami tidak bisa berbahasa jawa, kalau kami ngomong jawa mereka bilang bahwa kami ngomong ngawur, tetangga depan rumah orang Mesir ngomong arab, sebelahnya orang India ngomong bahasa Urdu, ada juga Somalia dan Philipina semuanya ngomong dengan bahasa mereka sendiri. Parah kan?
Contoh: suatu hari Fatma dan Ahmad main sepeda, kemudian dia memanggil adiknya, "ta'al Ahmad, hurry lah !! maksudnya adalah Ahmad kemari..cepetan donk !! trus Ahmad menjawab: "wait, the wheel is gembos (tunggu.., ban sepedanya gembos).
Hari yang lain, Ahmad rebutan sepeda dengan Abdullah (adiknya), dia sambil marah-marah melapor pada saya, "He always win alone" (maksudnya: dia selalu ingin menang sendiri)..lucu ya…
Suatu hari Ahmad bertanya ketika mau beli bensin, "Babe..bahasa inggrisnya beli bensin itu " full special ya"?....lucu ya? Sungguh-sungguh terjadi.
Bilingual atau menguasai dua bahasa memang diperlukan. Apalagi tuntutan globalisasi yang memungkinkan anak berinteraksi dengan dunia yang lebih luas. Ukurlah kebutuhan dan kemampuan anak agar hasilnya dapat maksimal. Jangan lupa juga, kita sebagai orang tua pun harus siap untuk belajar dan mengembangkan kemampuan bahasa, karena tidak cukup jika hanya mengandalkan sekolah atau tempat kursus saja.
Dedicated to Orang Tua yang peduli anak.
Monday, July 20, 2009
Mengajarkan Keseimbangan pada Anak
Mengajarkan Keseimbangan pada Anak
Kemajuan teknologi seringkali membawa pengaruh pada kehidupan sosial manusia di seluruh dunia, tak terkecuali anak-anak. Kini tak jarang, tampak anak-anak yang hanya asyik menonton televisi, main komputer atau bermain video games seharian didalam rumah. Anak saya termasuk dalam kategori ini, lebih banyak main computer dan nonton televise di rumah, tapi bukan tanpa alasan mengapa selalu demikian, saat musim panas yang panasnya mencapai 48 derajat celcius tidak memungkinkan anak untuk main di luar rumah, sebagai gambaran saja, jika anda membuka pintu saat jam menunjukan pukul Sembilan pagi, suhu di luar sudah mencapai diatas 40 derajat, so..siapa yang betah / tahan di luar?
Dan saya menyadari bahwa kegiatan yang tidak bervariasi semacam itu bisa memicu ketidakseimbangan hubungan sosial anak dengan lingkungan sekitarnya, bahkan bisa memicu kelebihan berat badan akibat kurangnya aktivitas fisik.
Keseimbangan merupakan hal penting yang harus diajarkan pada anak-anak semenjak dini. Kita sebagai orangtua perlu menggunakan beragam kombinasi dari larangan dan aturan terutama hal yang berkaitan dengan hal-hal seperti televisi dan komputer. (atau orang tuanya juga asyik main Facebook sendiri???!!).
Hal itu perlu dilakukan mengingat, perlunya menyediakan anak-anak sarana agar mereka memperoleh ide, motivasi dan contoh bagaimana melakukan aktivitas yang lebih sehat. Anak-anak akan belajar dari contoh dan jika mereka tertarik, bukan tak mungkim mereka juga akan melakukan hal yang sama. Terutama jika orangtua mendukung mereka untuk melakukannya, dengan menemani dan membimbingnya. Biasanya kita sudah puas dan merasa santai jika anak-anak kita tidak menangis, baru kalau ada yang menangis kita segera memberikan perhatiannya. (kasihan dech anak kita)
Pada saat anak sudah tertarik terhadap hal-hal tertentu atau berada dalam pola tertentu memang sulit untuk diubah. Biasanya yang terjadi pada orangtua yang tidak pernah menerapkan aturan dan batas yaitu ketika anak-anak sudah merasa nyaman dengan kegiatan seperti menonton televisi atau main video games sesukanya. Saat itu lah orangtua biasanya baru tersadar, anaknya memiliki masalah.
Pada tingkat itu, memang agak sulit mengatasinya karena anak-anak sudah memiliki pola yang dilakukannya setiap hari. Saya sering bertengkar dengan anak saat mencoba memisahkan anak saya dari kegiatan tersebut.
Hal pertama yang perlu dilakukan orangtua dalam kondisi tersebut yaitu membuat anak tertarik dengan kegiatan diluar ruangan. Yakinkan kegiatan itu bisa sama menyenangkan dengan kegiatan yang biasa dilakukannya. Anak-anak usia tujuh tahun ke atas membutuhkan disiplin untuk hal-hal semacam itu.
Saya percaya sangat penting untuk menetapkan batasan pada anak dan berpegang pada batasan itu. Contohnya, kita bisa memberi batas dua jam per hari pada anak untuk bermain video game. Jangan pernah memberi kelonggaran jika anak tidak disiplin, dikhawatirkan dapat menimbulkan perilaku yang tidak lagi dapat diperbaiki nantinya.
Disiplin Diri
Saat ini trend yang terjadi adalah orangtua terlalu memanjakan anak dengan menyediakan hiburan virtual tanpa disiplin. Banyak orangtua yang tidak menyadari, hal itu dapat memicu permasalahan serius, termasuk saya menyediakan anak saya 3 komputer lengkap dengan sambungan internetnya.
Tanpa prilaku disiplin maka akan sulit bagi anak untuk belajar mengenai disiplin diri nantinya. Padahal cara hidup yang diajarkan islam adalah menerapkan disipin diri.
Bagaimana kita bisa mengharapkan anak-anak untuk mengatur diri dan perilaku mereka jika kita tidak mengajarkan batasan sejak dini? Anak-anak perlu mempelajari batasan yang pantas dan mengapa hal itu sangat penting bagi mereka. Kita juga perlu mengajarkan, keseimbangan merupakan hal penting dalam kehidupan.
Kita sebagai orangtua jangan sampai menganggap remeh kemampuan anak untuk memahami permasalahan semacam itu. Anak-anak bisa mengerti cukup baik ketika kita menjelaskan hal itu sesuai dengan usianya.
Tantangan bagi kita adalah berusaha mengajarkan anak-anak mengenai apa yang mereka bisa atau tidak bisa lakukan dengan batasan-batasannya. Misalnya, sedikit bermain video games dan lebih banyak bermain di luar ruangan.
Jika kita menghormati anak-anak sebagai manusia seutuhnya dan bertanggungjawab untuk mengajarkan disiplin pada mereka sewajarnya dan mendidik mereka dalam proses tersebut, Insya Allah mereka akan tumbuh sebagai individu yang berperilaku baik dan seimbang dalam hidup.
Bagi kita yang ingin mengarahkan anak-anaknya terhadap aktivitas tertentu yang menarik, maka sisihkan waktu dengan seluruh anggota keluarga untuk melakukannya. Memberikan contoh yang baik merupakan bagian paling efektif dari mendidik.
Wassalam
Dipersembahkan tuk Orang Tua yang sayang Anak.
Kemajuan teknologi seringkali membawa pengaruh pada kehidupan sosial manusia di seluruh dunia, tak terkecuali anak-anak. Kini tak jarang, tampak anak-anak yang hanya asyik menonton televisi, main komputer atau bermain video games seharian didalam rumah. Anak saya termasuk dalam kategori ini, lebih banyak main computer dan nonton televise di rumah, tapi bukan tanpa alasan mengapa selalu demikian, saat musim panas yang panasnya mencapai 48 derajat celcius tidak memungkinkan anak untuk main di luar rumah, sebagai gambaran saja, jika anda membuka pintu saat jam menunjukan pukul Sembilan pagi, suhu di luar sudah mencapai diatas 40 derajat, so..siapa yang betah / tahan di luar?
Dan saya menyadari bahwa kegiatan yang tidak bervariasi semacam itu bisa memicu ketidakseimbangan hubungan sosial anak dengan lingkungan sekitarnya, bahkan bisa memicu kelebihan berat badan akibat kurangnya aktivitas fisik.
Keseimbangan merupakan hal penting yang harus diajarkan pada anak-anak semenjak dini. Kita sebagai orangtua perlu menggunakan beragam kombinasi dari larangan dan aturan terutama hal yang berkaitan dengan hal-hal seperti televisi dan komputer. (atau orang tuanya juga asyik main Facebook sendiri???!!).
Hal itu perlu dilakukan mengingat, perlunya menyediakan anak-anak sarana agar mereka memperoleh ide, motivasi dan contoh bagaimana melakukan aktivitas yang lebih sehat. Anak-anak akan belajar dari contoh dan jika mereka tertarik, bukan tak mungkim mereka juga akan melakukan hal yang sama. Terutama jika orangtua mendukung mereka untuk melakukannya, dengan menemani dan membimbingnya. Biasanya kita sudah puas dan merasa santai jika anak-anak kita tidak menangis, baru kalau ada yang menangis kita segera memberikan perhatiannya. (kasihan dech anak kita)
Pada saat anak sudah tertarik terhadap hal-hal tertentu atau berada dalam pola tertentu memang sulit untuk diubah. Biasanya yang terjadi pada orangtua yang tidak pernah menerapkan aturan dan batas yaitu ketika anak-anak sudah merasa nyaman dengan kegiatan seperti menonton televisi atau main video games sesukanya. Saat itu lah orangtua biasanya baru tersadar, anaknya memiliki masalah.
Pada tingkat itu, memang agak sulit mengatasinya karena anak-anak sudah memiliki pola yang dilakukannya setiap hari. Saya sering bertengkar dengan anak saat mencoba memisahkan anak saya dari kegiatan tersebut.
Hal pertama yang perlu dilakukan orangtua dalam kondisi tersebut yaitu membuat anak tertarik dengan kegiatan diluar ruangan. Yakinkan kegiatan itu bisa sama menyenangkan dengan kegiatan yang biasa dilakukannya. Anak-anak usia tujuh tahun ke atas membutuhkan disiplin untuk hal-hal semacam itu.
Saya percaya sangat penting untuk menetapkan batasan pada anak dan berpegang pada batasan itu. Contohnya, kita bisa memberi batas dua jam per hari pada anak untuk bermain video game. Jangan pernah memberi kelonggaran jika anak tidak disiplin, dikhawatirkan dapat menimbulkan perilaku yang tidak lagi dapat diperbaiki nantinya.
Disiplin Diri
Saat ini trend yang terjadi adalah orangtua terlalu memanjakan anak dengan menyediakan hiburan virtual tanpa disiplin. Banyak orangtua yang tidak menyadari, hal itu dapat memicu permasalahan serius, termasuk saya menyediakan anak saya 3 komputer lengkap dengan sambungan internetnya.
Tanpa prilaku disiplin maka akan sulit bagi anak untuk belajar mengenai disiplin diri nantinya. Padahal cara hidup yang diajarkan islam adalah menerapkan disipin diri.
Bagaimana kita bisa mengharapkan anak-anak untuk mengatur diri dan perilaku mereka jika kita tidak mengajarkan batasan sejak dini? Anak-anak perlu mempelajari batasan yang pantas dan mengapa hal itu sangat penting bagi mereka. Kita juga perlu mengajarkan, keseimbangan merupakan hal penting dalam kehidupan.
Kita sebagai orangtua jangan sampai menganggap remeh kemampuan anak untuk memahami permasalahan semacam itu. Anak-anak bisa mengerti cukup baik ketika kita menjelaskan hal itu sesuai dengan usianya.
Tantangan bagi kita adalah berusaha mengajarkan anak-anak mengenai apa yang mereka bisa atau tidak bisa lakukan dengan batasan-batasannya. Misalnya, sedikit bermain video games dan lebih banyak bermain di luar ruangan.
Jika kita menghormati anak-anak sebagai manusia seutuhnya dan bertanggungjawab untuk mengajarkan disiplin pada mereka sewajarnya dan mendidik mereka dalam proses tersebut, Insya Allah mereka akan tumbuh sebagai individu yang berperilaku baik dan seimbang dalam hidup.
Bagi kita yang ingin mengarahkan anak-anaknya terhadap aktivitas tertentu yang menarik, maka sisihkan waktu dengan seluruh anggota keluarga untuk melakukannya. Memberikan contoh yang baik merupakan bagian paling efektif dari mendidik.
Wassalam
Dipersembahkan tuk Orang Tua yang sayang Anak.
Sunday, July 19, 2009
Kepada Mr. Presiden dan Anggota DPR
Kepada Mr. Presiden dan Anggota DPR
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden telah berlalu..
Ada yang senang dan ada yang kecewa...
Memang itulah hidup...
Semuanya adalah COBAAN...
Buat Anggota Dewan terpilih dan Presiden terpilih,
Terpilihnya Anda bukanlah suatu kemuliaan...
Ini adalah babak baru UJIAN buat Anda...
Apakah Anda akan memanfaatkan MOMENTUM ini untuk BERIBADAH,
Atau sekedar mendapatkan kenikmatan DUNIAWI saja.
Buat Caleg dan Capres yang tidak terpilih,
Ini adalah kasih sayang Allah untuk melepas BEBAN yang BERAT dari pundak Anda...
Jika Anda berpikir dan berbuat untuk Rakyat karena Allah,
Maka akan menjadi Ibadah...
Bahkan mempunyai pahala yang berlipat-lipat besarnya,
Karena kebaikan Anda akan dirasakan manfaatnya oleh ratusan juta orang.
Tapi sebaliknya jika Anda berpikir dan berbuat untuk kenikmatan dunia,
Maka Anda sudah tertipu kenikmatan dunia.
Itu semua akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti.
Contohlah Rasulullah Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin.
Karena mereka pemimpin,
Mereka mendahulukan rakyatnya....
Mereka akan merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya
Kalau rakyatnya kelaparan, merekapun kelaparan,
Kalau rakyatnya mengganjal sebuah batu di perutnya, mereka mengganjal dua buah batu di perutnya .
Kalau rakyatnya ada yang tidur di atas tikar, merekapaun tidur di atas tikar dari pelepah kurma.
Kalau rakyatnya terluka dalam peperangan, merekapun terluka.
Dan...kalau rakyatnya bahagia, merekapun bahaggia.
Dan tiada kebahagian, kecuali semua rakyatnya merasakan keadilan dan kesejahteraan.
Sungguh celaka....
Bila Anda duduk di Kursi Dewan dan Kursi Presiden,
Hidup anda serba kecukupan, bahkan serba kemewahan,
Tetapi ada jutaan rakyat yang kelaparan....
Ada jutaan rakyat yang kesusahan....
Seandainya Allah menjadikan saya jadi pemimpin di negeri ini,
Mungkin saya TIDAK AKAN BISA MAKAN ENAK dan TIDUR NYENYAK...
Karena kenyataan masyarakat kita masih banyak yang kelaparan dan untuk tidurpun susah....
Kita bukan menjadi pemimpinpun, seandainya kita makan kenyang,
Tetapi ada tetangga kita yang kelaparan...sungguh celakanya kita...
Apalagi jadi wakil dan jadi pemimpin ratusan juta orang???
KULLUKUM RO'IN WA KULLUKUM MAS'UULUN 'AN RO'IYATIHI
"Tiap-tiap kalian adalah PEMIMPIN, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya." (Hadits)
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 3:26)
Tapi semua kebaikan di tangan Allah, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan kekuatan untuk kita semua....Amin.
Wallahu a'lam bishowab.
Wassalamu'alaikum
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden telah berlalu..
Ada yang senang dan ada yang kecewa...
Memang itulah hidup...
Semuanya adalah COBAAN...
Buat Anggota Dewan terpilih dan Presiden terpilih,
Terpilihnya Anda bukanlah suatu kemuliaan...
Ini adalah babak baru UJIAN buat Anda...
Apakah Anda akan memanfaatkan MOMENTUM ini untuk BERIBADAH,
Atau sekedar mendapatkan kenikmatan DUNIAWI saja.
Buat Caleg dan Capres yang tidak terpilih,
Ini adalah kasih sayang Allah untuk melepas BEBAN yang BERAT dari pundak Anda...
Jika Anda berpikir dan berbuat untuk Rakyat karena Allah,
Maka akan menjadi Ibadah...
Bahkan mempunyai pahala yang berlipat-lipat besarnya,
Karena kebaikan Anda akan dirasakan manfaatnya oleh ratusan juta orang.
Tapi sebaliknya jika Anda berpikir dan berbuat untuk kenikmatan dunia,
Maka Anda sudah tertipu kenikmatan dunia.
Itu semua akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti.
Contohlah Rasulullah Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin.
Karena mereka pemimpin,
Mereka mendahulukan rakyatnya....
Mereka akan merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya
Kalau rakyatnya kelaparan, merekapun kelaparan,
Kalau rakyatnya mengganjal sebuah batu di perutnya, mereka mengganjal dua buah batu di perutnya .
Kalau rakyatnya ada yang tidur di atas tikar, merekapaun tidur di atas tikar dari pelepah kurma.
Kalau rakyatnya terluka dalam peperangan, merekapun terluka.
Dan...kalau rakyatnya bahagia, merekapun bahaggia.
Dan tiada kebahagian, kecuali semua rakyatnya merasakan keadilan dan kesejahteraan.
Sungguh celaka....
Bila Anda duduk di Kursi Dewan dan Kursi Presiden,
Hidup anda serba kecukupan, bahkan serba kemewahan,
Tetapi ada jutaan rakyat yang kelaparan....
Ada jutaan rakyat yang kesusahan....
Seandainya Allah menjadikan saya jadi pemimpin di negeri ini,
Mungkin saya TIDAK AKAN BISA MAKAN ENAK dan TIDUR NYENYAK...
Karena kenyataan masyarakat kita masih banyak yang kelaparan dan untuk tidurpun susah....
Kita bukan menjadi pemimpinpun, seandainya kita makan kenyang,
Tetapi ada tetangga kita yang kelaparan...sungguh celakanya kita...
Apalagi jadi wakil dan jadi pemimpin ratusan juta orang???
KULLUKUM RO'IN WA KULLUKUM MAS'UULUN 'AN RO'IYATIHI
"Tiap-tiap kalian adalah PEMIMPIN, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya." (Hadits)
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS 3:26)
Tapi semua kebaikan di tangan Allah, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan kekuatan untuk kita semua....Amin.
Wallahu a'lam bishowab.
Wassalamu'alaikum
Subscribe to:
Posts (Atom)